Thursday, October 24, 2013

Letkol Untung Komandan Tjakrabirawa Tumbal G30 S PKI

'Soeharto yang rekomendasikan Untung masuk Tjakrabirawa'Nama Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Tjakrabirawa Letnan Kolonel Untung Sjamsuri dicatat dengan tinta merah dalam sejarah. Aksinya menculik tujuh jenderal di malam kelam 1 Oktober 1965 dikutuk. Akibat perbuatan Untung pula kelak Resimen Tjakrabirawa dibubarkan dan Soekarno dipreteli kekuasaannya oleh Jenderal Soeharto .

Tjakrabirawa adalah pasukan elite pengawal presiden dari empat angkatan. Seleksi masuk ke dalam resimen ini cukup berat. Tapi bukan Resimen yang melakukan seleksi ini, melainkan setiap angkatan.

Angkatan Darat memberikan pasukan dari Batalyon 454 Banteng Raiders, Angkatan Laut dari Korps Komando Operasi, Angkatan Udara memberikan Pasukan Gerak Tjepat dan Kepolisian menyerahkan Resimen Pelopor.

Bagaimana Untung bisa masuk ke Tjakrabirawa?

"Untung itu direkomendasikan Soeharto . Dia dekat dengan Soeharto dan juga Yani (Ahmad Yani)," kata Wakil Komandan Batalyon Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan, seperti yang dikutip pada saat wawancara dengan merdeka.com, di Jakarta, Jumat (27/9).

Versi Saelan, saat itu Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan dari Angkatan Darat kosong karena ditinggal oleh Letkol Ali Ebram yang dipromosikan ke bagian intelijen. Ali Ebram berasal dari pasukan elite Batalyon 454 Banteng Raiders di Semarang, Jawa Tengah. Maka penggantinya pun berasal dari Banteng Raiders. Saat itu Untung menjadi komandan batalyonnya. Saelan mengingat Untung ke Jakarta akhir tahun 1964 atau awal 1965.

Untung yang saat itu berpangkat Mayor bukan tentara sembarangan. Pria kelahiran Kebumen 3 Juli 1926 itu jago perang dengan banyak penghargaan.

Dalam operasi Mandala di Irian Barat, Untung meraih Bintang Sakti. Anugerah tertinggi untuk anggota militer. Prestasi itu hanya bisa disamai oleh Mayor Benny Moerdani dari Resimen Para Komando Angkatan Darat.

Nah, Soekarno dulu sempat kesengsem dengan Benny Moerdani. Tahun 1964, Benny seorang diri melerai tawuran berdarah antara RPKAD dan Tjakrabirawa dari KKO Angkatan Laut. Kabar soal keberanian Benny, sampai pula ke telinga Soekarno . Dia meminta Benny bergabung menjadi Komandan Tjakrabirawa. Tapi rupanya Benny tak minat.

Benny merasa jadi tentara itu harus bertempur, bukan menjadi pengawal. Maka pada Soekarno , Benny mengaku ingin menjadi komandan brigade. Artinya Benny ingin terus berkarir di pasukan, walau berat Soekarno merelakan Benny.

"Bung Karno memang lebih dulu mengenal Benny sehingga lebih dekat. Yang menikahkan Benny dulu juga Bung Karno," kata Saelan.

Karena Benny menolak, akhirnya Untung yang terpilih. Toh, prestasi Untung pun tak kalah dari Benny.

"Untung tentara sejati. Tubuhnya pendek dan berotot. Dia ikut bertempur bersama Yani melawan Permesta di Sumatera dan di Irian bersama Soeharto ," jelas Saelan.

Menurut Saelan, Untung memang pintar bertempur, sayang dia tak pintar politik. Saelan tak menduga kalau tiba-tiba Untung membawa anak buahnya menculik para jenderal. Untung tak pernah banyak bicara. Saelan mengingat hanya dua kali Untung berbicara dengan Soekarno, posisi Untung memang mengamankan ring luar.

"Saat melapor di awal penugasan dan saat Idul Fitri, itu dikumpulkan semua anggota Tjakrabirawa. Itu saja. Tidak benar kalau ada yang bilang Untung pernah melapor soal dewan jenderal pada Bung Karno," beber Saelan.

Betapa terkejutnya Saelan saat mendengar anggota Tjakrabirawa ikut terlibat penculikan para jenderal. Tapi semuanya sudah terlambat. Untung yang pendiam itu telah melangkah terlalu jauh.

Kedekatan Untung dengan Soeharto juga dituliskan oleh Mantan Wakil Perdana Menteri II Soebandrio. Keduanya sama-sama divonis mati dan ditahan di Rumah Tahanan Cimahi, Bandung. Saat itu Untung yakin vonis mati untuknya cuma sandiwara. Dia juga meyakini akan diselamatkan oleh Soeharto .

"Percayalah Pak Ban. Vonis untuk saya itu mungkin hanya sandiwara," kata Untung.

Tapi pertolongan dari sang sahabat tak kunjung datang. Untung ditembak di sebuah desa di Cimahi, akhir Maret 1966.

Justru Soebandrio yang akhirnya tak jadi divonis karena permintaan Ratu Elizabeth. Dulu Soebandrio sempat jadi Dubes RI di London.

Saturday, September 14, 2013

6 Keistimewaan Bung Karno Dimata Ajudan

November 1960, Mayor Korps Komando Angkatan Laut Bambang Widjanarko melapor untuk bertugas sebagai ajudan Presiden Soekarno . Awalnya Bambang meminta hanya menjadi ajudan selama tiga tahun.

Saat itu Bambang merasa lebih nyaman bertugas sebagai pasukan tempur daripada ajudan. Tapi rupanya sejarah berkata lain. Bambang mendampingi Soekarno nyaris selama delapan tahun.
Dia menjadi ajudan Soekarno di puncak kekuasaan hingga kejatuhan sang pemimpin besar revolusi ini.

"Dari pengalaman saya selama berada di dekat Bung Karno selama delapan tahun, saya dapat mengatakan bahwa semua orang yang pernah bekerja secara langsung di bawah Bung Karno atau di dekatnya, pasti mencintai Bung Karno setulus hati. Hal ini terutama karena sikap Bung Karno yang hidup sederhana dan merakyat," ujar perwira Marinir TNI AL ini.

Berikut beberapa hal yang membuat Bambang Widjanarko terkesan selama menjadi ajudan Soekarno . Bambang menuliskannya dalam buku 'Sewindu Dekat Bung Karno ' yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia tahun 2010.

1. Orator besar

Presiden RI pertama Soekarno menjelma menjadi singa podium saat berpidato. Audiens dibuat terpukau mendengarkan pidato Soekarno walaupun panjangnya berjam-jam.

Tak seorang pun menjadi bosan bila mendengarkan pidatonya. Bung Karno memang menguasai psikologi massa. Ditambah dengan keahliannya berbicara dan pengetahuannya yang amat luas, memang tak salah jika ia disebut singa mimbar tanpa tandingan, ujar ajudan Soekarno Bambang Widjanarko.

Karena itu pula, Bambang menderita sakit pada saraf belakang. Dia terlalu lama berdiri tegak dalam sikap sempurna.

Wajar saja, sebagai perwira TNI ajudan presiden, Bambang dituntut selalu berdiri tegak jika Soekarno berpidato. Tapi dengan bijak Soekarno mengakalinya. Dia punya cara khusus agar Bambang tak selalu harus bersikap tegak.

Seperti saat berpidato di Merauke setelah Irian Jaya berhasil direbut, Soekarno berpidato di depan masyarakat Papua.

Inilah ajudan saya, Kolonel Bambang Wijanarko, dan dia beragama Kristen Katolik, sama dengan saudara-saudara sekalian, teriak Soekarno.

Bambang pun bisa sedikit bergerak dan tersenyum menyapa audiens. Dia tahu itu strategi Soekarno agar dirinya bisa sedikit mengendurkan sikap sempurnanya.

Bung Karno memang orator besar, puji Bambang.

2. Ringan tangan membantu

Presiden Soekarno dikenal selalu siap menolong siapa pun. Bahkan menjadi wali nikah rakyat biasa pun Soekarno bersedia.

Ada seorang pramugari garuda yang cantik. Suatu hari dia menghadap Bung Karno yang sedang minum kopi di istana. Sebut saja namanya, D, kata Bambang.
D berbicara empat mata dengan Soekarno . Baru setelah itu Soekarno memanggil Bambang, dia menceritakan pembicaraan tadi. Rupanya pramugari itu akan menikah dengan pria pilihan hatinya, seorang perwira ABRI.

Sayangnya orang tua gadis itu berada jauh sehingga tidak bisa hadir. D pun meminta Soekarno agar bersedia menjadi wali. Soekarno menerima permintaan itu dengan senang hati.
Mbang, D ini mau menikah, tapi orang tuanya tidak ada. Dia meminta aku menjadi walinya. Minggu depan kita laksanakan akad nikah di Istana dan malamnya kita adakan pesta sekadarnya di Istana Bogor. Kamu bantu ya Mbang? kata Soekarno .

Bambang mengingat antara 1961-1965, Soekarno tiga kali menikahkan pasangan seperti ini. Dia mau menjadi wali pengantin wanita. Padahal yang menikah bukan anak pejabat, atau anak orang terkenal. Bukan pula keluarga Soekarno. Mereka rakyat biasa saja.

4. Jagoan soal wanita

Mantan Ajudan Soekarno, Bambang Widjanarko menceritakan Soekarno memang jagoan soal wanita. Kharisma Soekarno ditambah intelektualitas yang tinggi, membuat wanita-wanita bertekuk lutut.

BK (Bung Karno) benar-benar dapat disebut jagoan. Terhadap setiap wanita yang sedang dihadapinya, dia selalu dapat mencurahkan perhatiannya kepada wanita itu. Sehingga wanita tersebut merasa bahwa dia satu-satunya wanita yang paling dicintai atau dihargai BK, tulis Bambang Widjanarko.

Selain itu, Soekarno juga selalu bersikap gallant atau sopan dan hangat pada setiap wanita. Tak peduli wanita itu tua atau muda. Soekarno tak segan-segan mengambilkan minum sendiri untuk tamu wanitanya.
Soekarno juga selalu membantu memegang tangan wanita, jika wanita itu keluar mobil. Dia juga mengumbar pujian pada wanita. Hal ini yang selalu membuat para wanita tersanjung.

Pujian seperti Alangkah serasinya kain kebaya yang anda pakai, atau Nyonya kelihatan lebih muda dengan tatanan rambut baru itu, sering terdengar.

Maka dalam berbagai kunjungan di Eropa dan Amerika, Soekarno sering sekali mendapat pujian dari para wanita. Mulai dari politikus wanita, hingga artis sekelas Marilyn Monroe.
Your President is real gentleman, ujar Bambang menirukan pujian para wanita itu.

5. Tak mau diremehkan Amerika

Soekarno pernah tersinggung dengan Presiden Eisenhower yang sombong. Eisenhower menganggap remeh Soekarno yang dianggapnya datang dari negara dunia ketiga.
Dibiarkannya Soekarno menunggu di Gedung Putih hampir setengah jam lamanya. Amarah Soekarno pun meledak. Dia tidak sudi diremehkan, bahkan oleh presiden negara adidaya sekalipun.
 
Apakah kalian memang bermaksud menghina saya. Sekarang juga saya pergi, ujar Soekarno dengan marah.
Para pejabat AS pun kebingungan. Mereka sibuk meminta maaf dan meminta Soekarno tinggal. Eisenhower pun segera keluar menemui Soekarno.
 
Pada pertemuan berikutnya, Eisenhower menjadi lebih ramah. Dia sadar Soekarno tak bisa diremehkan.
Bambang mengingat Soekarno adalah negarawan besar. Sahabatnya sangat banyak di luar negeri.

6. Selalu egaliter

Selama delapan tahun mendampingi Soekarno, Bambang mengingat kebiasaan makan dan minum proklamator itu. Pada pagi hari Soekarno selalu minum kopi. Untuk makannya, hanya roti yang diolesi sedikit mentega dan gula.

Nah, saat minum kopi pagi di Istana inilah yang selalu seru. Soekarno selalu mengajak seluruh ajudan, pegawai istana maupun sarapan bersama. Sangat egaliter.

Suasana penuh canda tawa selalu terjadi di Istana setiap pagi. Tak ada batas antara Presiden dan para bawahannya.

Kadang waktu minum kopi pagi ini juga dimanfaatkan Soekarno untuk berdiskusi dengan para menteri dan pejabat mendiskusikan masalah negara.

Bambang mengingat Soekarno juga sangat memperhatikan sopir dan pegawai istana. Soekarno selalu bertanya apa sopir sudah beristirahat cukup.




Thursday, June 27, 2013

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi bangsa

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.[2] Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu.[3] Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang)[4] dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.[6] Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[8] Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
 

Masa lalu sebagai bahasa Melayu

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa[10] dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[rujukan?] Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman

Bahasa Indonesia

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.[14] Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."[15]
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
(sumber: wikipedia.org)
 
 

Saturday, June 22, 2013

Bung Karno: Bahasa Dalam Penyampaian Politik

Bung Karno di Jaman Jepang 1942, Sudah Menggunakan Bahasa Indonesia dalam tiap pidato politiknya (Sumber Photo : Antara)
1348888858360573208Pada awalnya Bung Karno terpesona dengan pidato politik saat diajak HOS Tjokroaminoto di tahun 1915 ke Solo dan melihat sendiri Pak Tjokro berpidato dengan gaya yang brengas, tegas dan keras. Pak Tjokro saat itu berpidato dengan bahasa Melayu Pasar. Di perkumpulan politik HBS Surabaya sendiri, Bung Karno dengan keras menghendaki penggunaan bahasa Djawa Ngoko sebagai bahasa Politik pergerakan.



Barulah pada tahun 1926, saat Bung Karno sering berdiskusi dengan Tjiptomangunkusumo di Bandung, Bung Karno tersadarkan dengan politik bahasa, saat itu dokter Tjipto bilang kepada Sukarno “Karno, sebuah bangsa itu tidak berdiri hanya sekedar sebagai bangsa, sebagai sebuah geopolitik, tapi sebuah bangsa itu berdiri dengan nyawanya, dengan jiwanya, dan pembahasaan atas nyawa bangsa itu ya, dengan bahasa …. kita tidak bisa lagi menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pergaulan intelektual, tidak pula kita mengenalkan bahasa kepada rakyat djelata dengan bahasa lokal, kita harus jadikan bahasa Melayu Pasar sebagai bahasa Persatuan, kita disatukan oleh jaringan pasar yang berdiri di seluruh pulau-pulau Nusantara, oleh kerna itu, bahasa menjadi politik utama kita sekarang”.

Pada tahun 1927, Sukarno berbicara pada M Yamin, Maroeto, Soegondo Djojopuspito yang datang ke Djakarta, saat itu juga datang anak HBS Bandung, Soetan Sjahrir yang masih pakai celana pendek mengantar Yamin ke rumah Bung Karno. Disini Bung Karno mendeskripsikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Persatuan, Yamin jatuh cinta sekali dengan alam pemikiran Bung Karno, sebelum ia kemudian menemukan buku Naar de Republiek karangan Tan Malaka yang didapat Yamin dari toko buku Pasar Senen milik Darip.

Sejak rapat-rapat politik di Radicale Concentratie, Bung Karno terus berpidato dengan Bahasa Indonesia yang lancar, sejak saat itu bahasa Indonesia dikenal luas, karena hampir tiap waktu rakyat seluruh Nusantara dididik Sukarno dalam pidato-pidato politiknya dengan bahasa Indonesia.
Banyak analis-analis politik dan sejarawan menilai Bung Karno-lah orang yang paling bertanggung jawab terhadap penyebaran bahasa Indonesia dan sekarang hasilnya :
Orang Indonesia seharusnya bangga dengan bahasanya, karena:

1. Bahasa Indonesia menduduki peringkat 3 di Asia dan peringkat ke 26 di dunia dalam hal tata bahasa terumit di dunia.

2. Bahasa Indonesia juga mendunia di dunia maya, buktinya wikipedia berbahasa Indonesia telah menduduki peringkat 26 dari 250 wikipedia berbahasa asing di dunia dan peringkat 3 di Asia setelah bahasa Jepang dan Mandarin, selain itu Bahasa Indonesia menjadi bahasa ke 3 yang paling banyak digunakan dalam postingan blog di wordpress.

3. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di vietnam sejak tahun 2007

4. Bahasa Indonesia masuk kedalam 10 besar bahasa yang paling diminati di seluruh dunia.

Tapi ironisnya, pemerintah yang seharusnya melindungi Bahasa Indonesia, ternyata pemerintah juga lah yang mencederai Bahasa Indonesia itu sendiri.

SBY sekarang pidatopun menggunakan bahasa Indonesia yang belepotan, sudah seharusnya SBY ditegur oleh DPR untuk berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sukarno memang sering menggunakan bahasa Belanda, tapi itu hanya Quotes, atau kutipan tidak dicampur-campur dalam struktur kalimatnya.

Bila Sukarno bapak bagi penyebaran bahasa Indonesia maka SBY adalah perusak bahasa Indonesia.
di cuplik dari -Anton DH Nugrahanto-.