Pada awalnya Bung Karno terpesona dengan
pidato politik saat diajak HOS Tjokroaminoto di tahun 1915 ke Solo dan
melihat sendiri Pak Tjokro berpidato dengan gaya yang brengas, tegas dan
keras. Pak Tjokro saat itu berpidato dengan bahasa Melayu Pasar. Di
perkumpulan politik HBS Surabaya sendiri, Bung Karno dengan keras
menghendaki penggunaan bahasa Djawa Ngoko sebagai bahasa Politik
pergerakan.
Barulah pada tahun 1926, saat Bung Karno
sering berdiskusi dengan Tjiptomangunkusumo di Bandung, Bung Karno
tersadarkan dengan politik bahasa, saat itu dokter Tjipto bilang kepada
Sukarno “Karno, sebuah bangsa itu tidak berdiri hanya sekedar sebagai
bangsa, sebagai sebuah geopolitik, tapi sebuah bangsa itu berdiri dengan
nyawanya, dengan jiwanya, dan pembahasaan atas nyawa bangsa itu ya,
dengan bahasa …. kita tidak bisa lagi menggunakan bahasa Belanda sebagai
bahasa pergaulan intelektual, tidak pula kita mengenalkan bahasa kepada
rakyat djelata dengan bahasa lokal, kita harus jadikan bahasa Melayu
Pasar sebagai bahasa Persatuan, kita disatukan oleh jaringan pasar yang
berdiri di seluruh pulau-pulau Nusantara, oleh kerna itu, bahasa menjadi
politik utama kita sekarang”.
Pada tahun 1927, Sukarno berbicara pada M
Yamin, Maroeto, Soegondo Djojopuspito yang datang ke Djakarta, saat itu
juga datang anak HBS Bandung, Soetan Sjahrir yang masih pakai celana
pendek mengantar Yamin ke rumah Bung Karno. Disini Bung Karno
mendeskripsikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Persatuan, Yamin jatuh
cinta sekali dengan alam pemikiran Bung Karno, sebelum ia kemudian
menemukan buku Naar de Republiek karangan Tan Malaka yang didapat Yamin
dari toko buku Pasar Senen milik Darip.
Sejak rapat-rapat politik di Radicale
Concentratie, Bung Karno terus berpidato dengan Bahasa Indonesia yang
lancar, sejak saat itu bahasa Indonesia dikenal luas, karena hampir tiap
waktu rakyat seluruh Nusantara dididik Sukarno dalam pidato-pidato
politiknya dengan bahasa Indonesia.
Banyak analis-analis politik dan
sejarawan menilai Bung Karno-lah orang yang paling bertanggung jawab
terhadap penyebaran bahasa Indonesia dan sekarang hasilnya :
Orang Indonesia seharusnya bangga dengan bahasanya, karena:
1. Bahasa Indonesia menduduki peringkat 3 di Asia dan peringkat ke 26 di dunia dalam hal tata bahasa terumit di dunia.
2. Bahasa Indonesia juga mendunia di dunia maya, buktinya wikipedia berbahasa Indonesia telah menduduki peringkat 26 dari 250 wikipedia berbahasa asing di dunia dan peringkat 3 di Asia setelah bahasa Jepang dan Mandarin, selain itu Bahasa Indonesia menjadi bahasa ke 3 yang paling banyak digunakan dalam postingan blog di wordpress.
3. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di vietnam sejak tahun 2007
4. Bahasa Indonesia masuk kedalam 10 besar bahasa yang paling diminati di seluruh dunia.
1. Bahasa Indonesia menduduki peringkat 3 di Asia dan peringkat ke 26 di dunia dalam hal tata bahasa terumit di dunia.
2. Bahasa Indonesia juga mendunia di dunia maya, buktinya wikipedia berbahasa Indonesia telah menduduki peringkat 26 dari 250 wikipedia berbahasa asing di dunia dan peringkat 3 di Asia setelah bahasa Jepang dan Mandarin, selain itu Bahasa Indonesia menjadi bahasa ke 3 yang paling banyak digunakan dalam postingan blog di wordpress.
3. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di vietnam sejak tahun 2007
4. Bahasa Indonesia masuk kedalam 10 besar bahasa yang paling diminati di seluruh dunia.
Tapi ironisnya, pemerintah yang
seharusnya melindungi Bahasa Indonesia, ternyata pemerintah juga lah
yang mencederai Bahasa Indonesia itu sendiri.
SBY sekarang pidatopun menggunakan
bahasa Indonesia yang belepotan, sudah seharusnya SBY ditegur oleh DPR
untuk berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sukarno
memang sering menggunakan bahasa Belanda, tapi itu hanya Quotes, atau
kutipan tidak dicampur-campur dalam struktur kalimatnya.
Bila Sukarno bapak bagi penyebaran bahasa Indonesia maka SBY adalah perusak bahasa Indonesia.
di cuplik dari -Anton DH Nugrahanto-.
No comments:
Post a Comment